Selasa, 19 Juli 2016

Rangkuman Penemuan Terbimbing

Penemuan terbimbing
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 
STKIP PGRI SIDOARJO

A. Pengertian
Discovery Learning adalah proses belajar yang di dalamnya tidak disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam menemukan konsep.

B. Langkah - langkah
1.   Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya.
2.   Berdasarkan data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganlisis data tersebut.
3.   Siswa menyusun prakiraan dari hasil analisis yang dilakukannya
4.   Bila dipandang perlu, prakiraan yang telah dibuat siswa tersebut hendaknya diperiksa oleh guru.
5.   Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran prakiraan tersebut, maka verbalisasi prakiraan sebaiknya disrahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya.
6.    Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

C. Kelebihan
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir
2. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat
3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat
4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks
5. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

D. Kekurangan
1.       Berkenaan dengan waktu, strategi discovery learning membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada ekspositori.
2.      Kemampuan berfikir rasional siswa ada yang masih terbatas.
3.       Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas, terlalu cepat pada suatu kesimpulan.
4.      Faktor kebudayaan atau kebiasaan yang masih menggunakan pola pembelajaran lama.
5.       Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
6.       Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model Penemuan Terbimbing.

E. Sejarah
Ide pembelajaran penemuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan untuk memberi rasa senang kepada anak dalam menemukan sesuatu oleh mereka sendiri dengan mengikuti jejak para ilmuwan (Nur, 2000). Pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994).
Pembelajaran penemuan dibedakan menjadi dua, yaitu pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT,1997). Dalam pelaksanaannya, pembelajaran penernuan terbimbing (Guided Discovery Learning) lebih banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus dikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.

F. Karakteristik
1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan
2) berpusat pada siswa
3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Rangkuman Pembelajaran Berbasis Proyek

Pembelajaran berbasis proyek
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 
STKIP PGRI SIDOARJO

A. Pengertian
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.

B. Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja
2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik
3. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atautantangan yang diajukan
4. Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan
5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu
6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan
7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif
8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

C. Kelebihan
1. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
4. Meningkatkan kolaborasi.
5. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
6. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.

D. Kelemahan
1. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
2. Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
3. Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
5. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.

E. Langkah - langkah
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project).
3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek(Monitor the Students and the Progress of the Project)
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

F. Prinsip
1. Centrality(pemusatan)
2. Driving question
3. Constructive Investigation
4. Autonomy
5. Realism

G. Sejarah
Sejarah PBL sebenarnya telah dimulai pada tahun 1920 ketika itu Celestine Freinet, seorang guru SD yang baru kembali dari Perang Dunia I kembali kekampung halamannya di sebuah pedesaan di Barsur-loup di bagian tenggara Perancis. Ia menderita cedera yang serius dan menyebabkannya tak bisa bernafas panjang. Ia sangat ingin mengajar kembali di SD tetapi ia tida sanggup untuk bersuara keras dan lama. Sebagai gantinya ia menggunakan metoda lain menggantikan metoda tradisional yang biasanya dianut ketika itu. Ia meminta murid-muridnya untuk belajar mandiri dan ia hanya memfasilitasi saja. Inilah awal pertama cikal bakal PBL diperkenalkan. Sejarah PBL modern dimuali pada awal tahun 1970 di Mc Master University Faculty of Health Science di Kanada. Sejak itu PBL dipakai secara luas di banyak negara.

Rangkuman Pendekatan Inkuiri

Pendekatan Inkuiri
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 
STKIP PGRI SIDOARJO

A. Pengertian
Model pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan

B. Karakteristik
Menurut Muslich (2008), ada beberapa hal yang menjadi karakteristik  atau ciri-ciri utama pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran inquiry menekankan pada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pembelajaran inquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk    mencari dan menemukan sendiri sesuatu yang dipertanyakan sehingga dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief).
3) Membuka intelegensi siswa dan mengembangkan daya kreativitas siswa.
4) Memberikan kebebasan pada siswa untuk berinisiatif dan bertindak.
5) Mendorong siswa untuk berfikir intensif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
6) Proses interaksi belajar mengajar mengarahkan pada perubahan dari teacher centered kepada student centered.

C. Langkah - langkah
Menurut Sanjaya (2006:202) langkah-langkah model pembelajaran inquiry sebagai berikut:
1) Orientasi
2) Merumuskan masalah
3) Merumuskan hipotesis
4) Mengumpulkan data
5) Menguji hipotesis
6) Merumuskan kesimpulan

D. Prinsip
1.      Berorientasi pada pengembangan intelektual
2.      Prinsip interaksi
3.      Prinsip bertanya
4.      Prinsip belajar untuk berpikir
5.      Prinsip keterbukaan

E. Kelebihan
1.       Strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna
2.      Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka
3.       Dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman
4.      Pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar yang bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah belajar

F. Kelemahan
1.       Jika digunakan sebagai strategi pembelajaran maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa
2.      Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar
3.       Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan
4.      Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran maka akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru

Rangkuman Lesson Study


LESSON STUDY
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 
STKIP PGRI SIDOARJO


A. Pengertian
         Lesson Study yaitu terjemahan dari bahasa Jepang yaitu Jugyokenkyu, yang berasal dari dua kata yaitu jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran dan kenkyu yang berarti study atau pengkajian. Dengan demikian lesson study merupakan pengkajian terhadap pembelajaran.
         Lesson Study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip belajar bersama (mutual leraning) untuk membangun masyarakat belajar (learning community). Dengan demikian, lesson study bukan suatu metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan lesson study dapat menerapkan berbagai metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru.

B. Sejarah
        Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah Jugyokenkyu. Beliau adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan Jugyokenkyu di Jepang. Lesson Study berkembang di Jepang pada tahun 1993.
       Lesson Study berkembang di Indonesia melalui Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project (IMSTEP) yang diimplementasikan sejak Oktober tahun 1998 di tiga IKIP yaitu IKIP Bandung (sekarang bernama Universitas Pendidikan Indonesia), IKIP Yogyakarta (sekarang bernama Universitas Negeri Yogyakarta), dan IKIP Malang (sekarang bernama Universitas Negeri Malang) bekerjasama dengan Japan Internatonal Cooperation Agency (JICA).

C. Manfaat
Manfaat yang diambil lesson study, diantaranya guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota lainnya, guru dapat mempublikasikan hasil dari lesson study.


D. Tujuan
Adapun tujuan dari Lesson Study adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan tentang materi pembelajaran, meningkatkan motivasi untuk selalu berkembang, kualitas rencana pembelajaran, dan kemampuan guru untuk mengobservasi aktivitas belajar.
2. Menguatkan hubungan antara pembelajaran sehari-hari dengan tujuan jangka panjang.

E. Ciri - ciri
1. Tujuan bersama untuk jangka panjang.
2. Materi pelajaran yang penting.
3. Studi tentang siswa secara cermat.
4. Observasi pembelajaran secara langsung.

F. Tahap - tahap
1. Tahap perencanaan (plan)
2. Tahap pelaksanaan (do)
3. Tahap refleksi (see)

G. Kelebihan
1. Peran guru yang dapat berubah-ubah: siapapun dapat berperan sebagai guru pengajar dalam satu waktu dan menjadi guru pengamat di lain waktu. Pergantian peran ini menciptakan rasa saling mengerti serta mendukung di antara guru dan secara efektif meningkatkan mutu proses belajar-mengajar.
2.Metode ini dapat diterapkan di setiap bidang, mulai dari seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga pada setiap tingkat kelas.
3. Dapat dilaksanakan antar atau lintas kelas.

H. Kelemahan
1. Belum seragamnya pemahaman tentang lesson study, terjadinya deviasi dalam memahami kegiatan lesson study tidak jarang menimbulkan perbedaan pendapat, hal ini menimbulkan tindakan berbeda yang satu membiarkan guru merencanakan sendiri ketika akan implementasi baru melaporkan tindakan kedua dimana dosen secara aktif membimbing calon guru penyaji sampai dalam hal menyiapkan media maupun bahan-bahan pembelajarannya.
2. Perihal kesiapan bekerja sama, muncul saat membuat keputusan siapa yang akan menjadi penyaji pembelajaran yang siap diobservasi. Jarang guru yang mengajukan diri karena masih ada perasaan bahwa sebagai penyaji harus menyiapkan sendiri pembelajaran yang biasa tidak dilakukannya.
3. Koordinasi, secara teoretis keinginan meningkatkan mutu pembelajaran seharusnya ke luar dari niat para guru. Akan tetapi, mengingat kesibukan kegiatan sekolah terkadang niat ini terlupakan. Dengan demikian, kadang saat implementasi observer datang terlambat karena harus mengajar dulu dan banyak alasan lainnya.

Rangkuman Pendekatan CTL

Pendekatan CTL
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 
STKIP PGRI SIDOARJO

A. Pengertian
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara meteri yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

B. Sejarah
CTL adalah salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan olehThe Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatan dari konsorsium tersebut adalah melatih dan memberi kesempatan kepada para guru dari enam propinsi di Indonesia untuk mempelajari pendekatan kontekstual di Amerika Serikat

C. Karakteristik
Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu :
1. Melakukan hubungan yang bermakna
2. Mengerjakan pekerjaan yang berarti
3. Mengatur cara belajar sendiri,Bekerja sama
4. Berpikir kritis dan kreatif
5. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa
6. Mencapai standar yang tinggi
7. Menggunakan penilaian sebenarnya.

D. Kelebihan
a.    Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
b.    Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
c.    Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d.   Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
e.    Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f.     Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g.    Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.

E. Kelemahan
a.    Dalam pemilihan informasi atau materi  dikelas didasarkan pada kebutuhan  siswa  padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama
b.    Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
c.    Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya

F. Prinsip
1. Prinsip Kesaling-Bergantungan (Intedependensi)
2. Prinsip Perbedaan (Diferensiasi)
3. Prinsip Pengaturan Diri
4. Prinsip Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

rangkuman pendekatan Quantum

Pendekatan Quantum
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 
STKIP PGRI SIDOARJO

A. Pengertian
Quantum Learning (QL)  adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Model pembelajaran Quantum teaching menekankan pada teknik meningkatkan kemampuan diri dan proses penyadaran akan potensi yang dimiliki.

B. Kerangka rancangan
1. Tumbuhkan: Tumbuhkan minat, motivasi, empati, simpati dan harga diri dengan memuaskan “Apakah Manfaat Bagiku” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan siswa.
2. Alami: Hadirkan pengalaman umum yang dapat di mengerti dan dipahami semua pelajar.
3. Namai: Sediakan kata kunci, konsep,model, rumus, strategi sebuah masukan.
4. Demonstrasikan: Sediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu dan ingat setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan.
5. Ulangi: Tunjukkan siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan “Aku tahu dan memang tahu ini”. Sekaligus berikan kesimpulan.
6. Rayakan: Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan ketrampilan dan ilmu pengetahuan, tepuk tangan.

C. Sejarah
Bobbi DePorter, seorang ibu rumah bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Semenjak tahun 1982 DePorter mengembangkan pembelajaran kuantum di SuperCamp. Pada tahap awal perkembangannya, pembelajaran kuantum terutama dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah atau ruang-ruang rumah; tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah atau ruang-ruang kelas.

D. Karakteristik
1. Berpangkal pada psikologi kognitif.
2. Bersifat humanistik
3. Bersifat konstruktivistis
4. Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna
5. Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
6. Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
7. Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.
8. Menyeimbangkan keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.
9. Menanamkan nilai dan keyakinan yang positif dalam diri pembelajar.
10. Mengutamakan keberagaman dan kebebasan sebagai kunci interaksi.
11. Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran, sehinga pembelajaran bisa berlangsung nyaman dan hasilnya lebih optimal.
E. Prinsip
1. Bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru ke dalam dunia mereka (siswa).
2. Proses pembelajaran bagaikan orkestra simfoni
3. Pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan.

F. Kelebihan
1. Mengajarkan siswa untuk lebih percaya diri dan lebih aktif; memotivasi siswa untuk mengembangkan potensinya.
2. Proses pembelajaran menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.
3. Pelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau dimengerti oleh siswa.
4. Setiap yang dimiliki siswa dihargai (pengalaman yang didapat dalam kehidupan sehari-hari juga dapat digunakan dalam pembelajaran).
5. Siswa lebih memahami materi karena suatu materi dibahas 3 kali yaitu saat : “Namai”, “Demonstrasi”, “Ulangi” dan sebelumnya telah mendapat pengalaman dari sintak “Alami”.

G. Kelemahan
1. Membutuhkan pengalaman yang nyata.
2. Waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar.
3. Kesulitan mengidentifikasi keterampilan siswa

Rangkuman Paikem


Paikem
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 
STKIP PGRI SIDOARJO


A. Pengertian
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) adalah sebuah pendekatan yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman dengan penekanan belajar sambil bekerja (learning by doing).

B. Sejarah
Pertama kali munculnya dikenal dengan istilah PAKEM semula dikembangkan dari AJEL (Active Joyful and Effective Learning). Untuk pertama kali di Indonesia yaitu pada tahun 1999 yang dikenal dengan istilah PEAM (Pembelajaran Efektif, Aktif dan Menyenangkan). Istilah PAIKEM sesungguhnya dapat diketahui melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Turunan dari UU Guru dan Dosen tersebut adalah Permendiknas  Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

C. Prinsip
1. Mengalami (pengalaman belajar)
2. Komunikasi
3. Interaksi
4. Refleksi

D. Karakteristik
1. Multi metode dan multi media
2. Praktik dan bekerja dalam satu tim
3. Memanfaatkan lingkungan sekitar
4. Dilakukan di dalam dan diluar kelas
5. Multi aspek (logika, praktik dan etika)

E. Kelebihan
1. Siswa selalu aktif
2. Tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal
3. Kelas menjadi menyenangkan dan lebih kondusif
4. Melatih siswa memiliki rasa tanggung jawab, berbagi rasa, saling menghormati dan menyayangi sesama manusia

F. Kelemahan
1. Tidak mudah merancang pembelajaran dengan perbedaan individu siswa
2. Tidak efektif digunakan pada jumlah yang besar di kelas, karena sulit dikontrol dalam mengerjakan tugas dan mungkin tidak semua berpartisipasi dengan aktif
3. Tugas terlalu banyak akan membuat siswa bosan apabila tidak disertai dengan penilaian
4. Perlu kreatifitas guru dalam menciptakan beragam kegiatan yang dapat menyenangkan siswa, seperti memilih lagu dan merancang permainan
G. Metode pembelajaran paikem beserta aplikasinya
1. Index card match (mencari jodoh atau pasangan kartu)
2. Small group discussion (diskusi kelompok kecil)

Rangkuman PMRI

PMRI
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 
STKIP PGRI SIDOARJO

A. Pengertian
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang riil atau pernah dialami siswa, menekankan keterampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing) sebagai kebalikan dari (teacher telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan mereka sehari-hari.
B. Sejarah
Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), yaitu sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia.
C. Karakteristik
1. Menggunakan model-model (matematisasi)
2. Menggunakan produksi dan konstruksi (kontribusi siswa )
3. Menggunakan interaktif
4. Menggunakan keterkaitan (intertwinment)
D. Prinsip
1. Guided Reinvention and Progressive Mathematizing
2. Didactical Phenomenology
3. Self Developed Models
E. Kelebihan
1.Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
2. Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
3. Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain.
F. Kelemahan
1.Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.
2.Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam Pendidikan matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3.Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
4.Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
G. Langkah - langkah
1.Mengkondisikan siswa untuk belajar
2.Mengajukan masalah kontekstual
3.Membimbing siswa untuk menyelesaikan masalah kontekstual
4.Meminta siswa menyajikan penyelesaian masalah
5.Mengajak siswa membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah
6.Mengajak siswa bernegosiasi

Rangkuman Pendekatan Open Ended

Pendekatan Open Ended
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd. , M. Pd. 

A. Pengertian
Open ended adalah suatu model pembelajaran yang diformulasikan memiliki multi jawaban (mempunyai beberapa penyelesaian) atau sering disebut juga problem tak lengkap atau problem terbuka.
Model ini dimulai dengan memberikan problem terbuka pada siswa dan selanjutnya kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga jawaban (yang benar).

B. Kelebihan
1. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan ide.
2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
3. Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
4. Siswa secara instrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
5. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

C. Kelemahan Open Ended
1. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan yang mudah.
2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespons permasalahan yang diberikan.
3. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
4. Kemungkinan ada sebagian siswa merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

D. Langkah - langkah
Kegiatan Awal
1.    Guru melakukan tanya jawab untuk mengecek pengetahuan prasyarat dan keterampilan yang dimiliki siswa.
2.    Guru menginformasikan kepada siswa materi yang akan mereka pelajari dan kegunaan materi tersebut.

Kegiatan Inti
1.    Memberi Masalah
2.    Mengeksplorasi Masalah
3.    Merekam Respon Siswa
4.    Pembahasan Respon Siswa (diskusi kelas)
5.    Meringkas apa yang dipelajari

Kegiatan Akhir
1.    Guru memberikan soal-soal untuk dikerjakan dirumah.
2.    Guru memberikan informasi tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.

E. Sejarah
Pendekatan ini berkembang pesat sampai di Amerika dan Eropa yang selanjutnya dikenal dengan istilah open-ended probleng solving. Di Eropa, terutama di Negara-negara seperti Belanda pendekatan pembelajaran ini mendapat perhatian luas seiring dengan terjadinya tuntutan pergeseran paradigma dalam pendidikan matematika di sana. Di klaim bahwa pembelajaran matematika merupakan “human activities”, baik mental atau fisik berdasarkan “real life” dengan mengambil landasanKonstrutivisme RadikalModern (berdasarkan biologi Kognitivisme dan Neurophisiologi) oleh Maturana dan varela (1984) bahwa fenomena-fenomena alam itu tidak dapat di reduksi secara penuh menjadi klusa-klausa deterministic, dengan struktur dan pola yang unik, tunggal dan dapat di prediksi secara mudah. Sebaliknya real life, adalah kompleks dengan struktur dan pola yang sering tak jelas, tak selalu teramalkan dengan mudah, multidimensi, dan memungkinkan adanya banyak penafsiran dan sinkuler.Pengetahuan manusia tentang alam hanyalah hipotesa-hipotesa konstruksi hasil pengamatan terbatas, yang tentu saja dapat salah (fallible).Mengambil  pandangan ini dalam pembelajaran matematika, berarti memberi kesempatan pada peserta diklat untuk belajar melalui aktivitas-aktivitas real life dengan menyajikan fenomena alam “seterbuka mungkin” pada peserta diklat. Bentuk penyajian fenomena rea dengan “terbuka” ini dapat dilakukan  melalui pembelajaran yang berorientasi pada masalah/ soal/ tugas terbuka.

F. Prinsip
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open-ended mengasumsikan tiga prinsip, yakni sebagai berikut :
1. Related to the autonomy of student’ activities. If requires that we should appreciate the value of student’ activities for fear of being just non-interfering.
2. Related to evolutionary and integral nature of mathematical knowledge. Content mathematics is theoretical and systematic. Therefore, the more essential certain knowledge is, the more comprehensively it derives analogical, special, and general knowledge.
3. Related to teachers’ expedient decision-making in class. In mathematics class, teachers often encounter students’ unexpected ideas. In this bout, teachers have an important role to give the ideas full play, and to take into account that other students can also understand real amount of the unexpected ideas.

G. Karakteristik
Nohda merumuskan karakteristik yang mendasari pendekatan open-ended adalah sifat terbuka atau keterbukaan.

Rangkuman Pendekatan Saintifik

Pendekatan Saintifik
Nama : Anis Maghfiroh
Dosen : Lestariningsih, S. Pd.,M. Pd
STKIP PGRI SIDOARJO

A. Langkah - langkah
1. Mengamati
2. Menanya
3. Mengumpulkan Informasi/Eksperimen
4. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi
5. Mengkomunikasikan.

B. Pengertian
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar  peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

C. Karakteristik
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa.
2. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
4. Dapat mengembangkan karakter siswa.

D. Prinsip
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Belajar siswa aktif, dalam hal ini termasuk inquiry-based learning atau belajar berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar berkelompok,    dan belajar berpusat pada siswa.
2. Assessment berarti  pengukuran kemajuan belajar siswa yang dibandingkan dengan target pencapaian tujuan belajar.
3. Keberagaman mengandung makna bahwa dalam pendekatan ilmiah      mengembangkan pendekatan keragaman.  Pendekatan ini membawa   konsekuensi siswa unik, kelompok siswa unik, termasuk keunikan dari kompetensi, materi, instruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta konteks

E. Kelebihan
1. Membuat guru memiliki keterampilan membuat RPP, dan menerapkan pendekatan scientific secara benar.
2. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

F. Kekurangan Pendekatan Scientific
1. Konsep pendekatan scientific masih belum dipahami, apalagi tentang metode pembelajaran yang kurang aplikatif disampaikan.
2. Membutuhkan waktu pembelajaran yang lebih lama untuk mewujudkan semua tahapan-tahapan yang ada pada pendekatan scientific.

Rabu, 27 April 2016

summary of problem posing

PROBLEM POSING
Nama : Anis Maghfiroh
N.I.M. : 1431013
Mata Kuliah : Pembelajaran Inovatif II
Dosen Pengampu : Lestariningrum, S.Pd.,M.Pd.
Kampus : STKIP PGRI SIDOARJO


A.    PENGERTIAN PROBLEM POSING
Problem posing adalah istilah dalam bahasa inggris yaitu dari kata “Problem” artinya masalah, soal, atau persoalan dan kata “to pose” yang artinya mengajukan. Problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Problem Posing adalah salah satu model pembelajaran yang sudah lama dikembangkan, Huda (2013: 276) menyatakan bahwa problem posing merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan oleh ahli pendidikan asal Brazil, Paulo Freire.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model problem posing adalah model pembelajaran yang mewajibkan siswa belajar melalui pengajuan soal dan pengerjaan soal secara mandiri tanpa bantuan guru.
B.     LANGKAH-LANGKAH PROBLEM POSING
Selanjutnya, Saminanto (Maulina, 2013: 20-21) menyatakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran problem posing adalah :
1.      Guru menjelaskan materi pelajaran menggunakan alat peraga,
2.      Guru memberikan latihan soal,
3.      Siswa diminta mengajukan soal,
4.      Secara acak, guru meminta siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas, dan
5.      Guru memberi tugas rumah secara individu.
            Langkah-langkah penerapan model problem posing yang dikemukakan oleh Amri dan Saminanto, sejalan dengan pendapat Thobroni dan Mustofa (2012: 351) yang menyatakah bahwa :
1.      Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa menggunakan alat peraga untuk memfasilitasi siswa dalam mengajukan pertanyaan,
2.      Siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan secara berkelompok,
3.      Siswa saling menukarkan soal yang telah diajukan,
4.       Kemudian menjawab soal-soal tersebut dengan berkelompok.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, bahwa langkah-langkah problem posing adalah siswa mengajukan dan menjawab soal dengan berkelompok berdasarkan penjelasan guru ataupun pengalaman siswa itu sendiri.
Maka, langkah-langkah yang digunakan adalah :
1)      Menjelaskan materi pelajaran dengan media yang telah disediakan,
2)      Membagi siswa menjadi kelompok secara heterogen,
3)      Secara berkelompok, siswa mengajukan pertanyaan pada lembar soal,
4)      Menukarkan lembar soal pada kelompok lainnya,
5)      Menjawab soal pada lembar jawab, dan
6)      Mempresentasikan lembar soal dan lembar jawab di depan kelas.
C. CIRI-CIRI PROBLEM POSING
Thobroni dan Mustofa (2012: 350) menyatakan bahwa pembelajaran problem posing memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.    Guru belajar dari murid dan murid belajar dari guru
2.    Guru menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis murid-muridnya serta mereka saling memanusiakan.
3.    Manusia dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya dan dunia tempat ia berada.
4.   Pembelajaran problem posing senantiasa membuka rahasia realita yang menantang manusia kemudian menuntut suatu tanggapan terhadap tantangan tersebut.
Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, bahwa model problem posing ini bersifat fleksibel, mengesankan, menganggap murid adalah subjek belajar, membuat anak untuk mengembangkan potensinya sebagai orang yang memiliki potensi rasa ingin tahu dan berusaha keras dalam memahami lingkungannya.
D.    TIPE MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
Tiga tipe model pembelajaran problem posing yang dapat dipilih guru (Usmanto,2007). Pemilihan tipe ini dapat disesuaikan dengan tingkat kecerdasan para siswa( peserta didik).
1.      Problem posing tipe pre-solution posing
            Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru, sedangkan siswa membuat pertanyaan dan jawabannya sendiri.
2.      Problem posing tipe within solution posing
            Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
3.      Problem posing tipe post solution posing
            Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh guru.  Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Siswa harus bisa menemukan jawabannya. Tetapi ingat, jika siswa gagal menemukan jawabannya maka guru merupakan narasumberutamabagisiswanya. Guru harus benar-benar menguasai materi.
Penerapan ketiga macam model pembelajaran problem possing menurut Amin Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa  problem posing diaplikasikan dalam tigabentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre solution posing yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?
b. Within solution posing
Within solution posing yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakahbanyaknyaanak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
a) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
b) Berapa banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
c. Post solution posing
Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh guru. Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Dari 42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa yang tidak menyukai atletik dan senam.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik dan senam?
Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1.  Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.
2.    Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
3.    Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.

E.PRINSIP-PRINSIP
Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut :
1.   Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas
2.   Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa.
3.   Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.
F.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PROBLEM POSING
Setiap model pembelajaran pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Thobroni dan Mustofa (2012: 349) mengemukakan bahwa kelebihan metode problem posing adalah :
1.      Mendidik murid berfikir kritis
2.      Siswa aktif dalam pembelajaran
3.      Belajar menganalisis suatu masalah
4.      Mendidik anak percaya pada diri sendiri.
            Menurut Norman dan Bakar (2011) menguraikan bahwa kelebihan model problem posing adalah:
1.     Kemampuan memecahkan masalah/ mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi
2.     Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa / terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan.
3.     Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah
4.    Meningkatkan kemampuan mengajukan soal dan sikap yang positif terhadap materi pembelajaran.
            Sejalan kedua pendapat diatas bahwa kelebihan model pembelajaran problem posing yaitu :
1.     Siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran
2.     Minat yang positif terhadap materi pembelajaran
3.     Membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada sehingga meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah
4.     Memunculkan ide yang kreatif dalam mengajukan soal
5.     Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah.

            Kekurangan model problem posing yaitu :
1.      Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama
2.      Agar perlaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku-buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.



H. SEJARAH PROBLEM POSSING
Menurut Suyitno Amin, 2004 dalam Sari, Problem posing mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian model ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000.
I. TUJUAN DAN MANFAAT PROBLEM POSSING
Menurut pendapat beberapa ahli, yang dikutip oleh Tatag (M. Thobroni, 2011: 349) mengatakan bahwa, metode pengajuan soal (problem posing) dapat:
1)      Membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap pelajaran sebab ide-ide siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah.
2)      Membentuk siswa bersikap kritis dan kreatif.
3)      Mempromosikansemangatinquiridanmembentukpikiran yang berkembang dan fleksibel.
4)      Mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawabdalambelajarnya.
5)      Mempertinggi kemampuan pemecahan masalah sebab pengajuan soal memberi penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar.
6)      Menghilangkan kesan keseraman dan kekunoan dalam belajar.
7)      Memudahkan siswa dalam mengingat materi pelajaran.
8)      Memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran.
9)      Membantu memusatkan perhatian pada pelajaran.
10)    Mendorong siswa lebih banyakmembacamateripelajaran.

J. Hal-hal yang PerluDiperhatikan dalam Pendekatan Pembelajaran Problem Posing

Silver dalam Kadir (2006:8) menyatakan bahwa istilah problem posing umumnya digunakan pada tiga bentuk kegiatan yang bersifat metematis, yaitu:
1. Sebelum pengajuan solusi, yaitu satu pengembangan masalah awal dari situasi stimulus yang diberikan
2.  Di dalam pengajuan solusi, yaitu merumuskan kembali masalah agar menjadi lebih mudah untuk diselesaikan
3.  Setelah pengajuan solusi, yaitu memodifikasi tujuan atau kondisi dari masalah yang sudah diselesaikan untuk merumuskan masalah baru
Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Guru
1.  Guru hendaknya membiasakan merumuskan soal baru atau memperluas soal dari soal-soal yang ada di buku pegangan
2. Guru hendaknya menyediakan beberapa situasi yang berupa informasi tertulis, benda manipulatif, gambar, atau lainnya, kemudian guru melatih siswa merumuskan soal dengan situasi yang ada.
3. Guru dapat menggunakan soal terbuka dalam tes.
4. Guru memberikan contoh perumusan soal dengan beberapa taraf kesukaran, baik isi maupun bahasanya.
5. Guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pembelajaran yang berbentuk dialog antara guru dan siswa mengenai isi buku teks, yang dilaksanakan dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru. (Sutiarso, 2000).
Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Siswa
1. Siswa dimotivasi untuk mengungkapkan pertanyaan sebanyak-banyaknya terhadap situasi yang diberikan.
2. Siswa dibiasakan mengubah soal-soal yang ada menjadi soal yang baru sebelum mereka menyelesaikannya.
3. Siswa dibiasakan membuat soal-soal serupa setelah menyelesaikan soal tersebut.
4. Siswa harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan soal-soal yang dirumuskan oleh temannya sendiri.
5. Siswa dimotivasi untuk menyelesaikan soal-soal non rutin. (Sutiarso, 2000)