Rabu, 27 April 2016

summary of problem posing

PROBLEM POSING
Nama : Anis Maghfiroh
N.I.M. : 1431013
Mata Kuliah : Pembelajaran Inovatif II
Dosen Pengampu : Lestariningrum, S.Pd.,M.Pd.
Kampus : STKIP PGRI SIDOARJO


A.    PENGERTIAN PROBLEM POSING
Problem posing adalah istilah dalam bahasa inggris yaitu dari kata “Problem” artinya masalah, soal, atau persoalan dan kata “to pose” yang artinya mengajukan. Problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Problem Posing adalah salah satu model pembelajaran yang sudah lama dikembangkan, Huda (2013: 276) menyatakan bahwa problem posing merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan oleh ahli pendidikan asal Brazil, Paulo Freire.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model problem posing adalah model pembelajaran yang mewajibkan siswa belajar melalui pengajuan soal dan pengerjaan soal secara mandiri tanpa bantuan guru.
B.     LANGKAH-LANGKAH PROBLEM POSING
Selanjutnya, Saminanto (Maulina, 2013: 20-21) menyatakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran problem posing adalah :
1.      Guru menjelaskan materi pelajaran menggunakan alat peraga,
2.      Guru memberikan latihan soal,
3.      Siswa diminta mengajukan soal,
4.      Secara acak, guru meminta siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas, dan
5.      Guru memberi tugas rumah secara individu.
            Langkah-langkah penerapan model problem posing yang dikemukakan oleh Amri dan Saminanto, sejalan dengan pendapat Thobroni dan Mustofa (2012: 351) yang menyatakah bahwa :
1.      Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa menggunakan alat peraga untuk memfasilitasi siswa dalam mengajukan pertanyaan,
2.      Siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan secara berkelompok,
3.      Siswa saling menukarkan soal yang telah diajukan,
4.       Kemudian menjawab soal-soal tersebut dengan berkelompok.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, bahwa langkah-langkah problem posing adalah siswa mengajukan dan menjawab soal dengan berkelompok berdasarkan penjelasan guru ataupun pengalaman siswa itu sendiri.
Maka, langkah-langkah yang digunakan adalah :
1)      Menjelaskan materi pelajaran dengan media yang telah disediakan,
2)      Membagi siswa menjadi kelompok secara heterogen,
3)      Secara berkelompok, siswa mengajukan pertanyaan pada lembar soal,
4)      Menukarkan lembar soal pada kelompok lainnya,
5)      Menjawab soal pada lembar jawab, dan
6)      Mempresentasikan lembar soal dan lembar jawab di depan kelas.
C. CIRI-CIRI PROBLEM POSING
Thobroni dan Mustofa (2012: 350) menyatakan bahwa pembelajaran problem posing memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.    Guru belajar dari murid dan murid belajar dari guru
2.    Guru menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis murid-muridnya serta mereka saling memanusiakan.
3.    Manusia dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya dan dunia tempat ia berada.
4.   Pembelajaran problem posing senantiasa membuka rahasia realita yang menantang manusia kemudian menuntut suatu tanggapan terhadap tantangan tersebut.
Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, bahwa model problem posing ini bersifat fleksibel, mengesankan, menganggap murid adalah subjek belajar, membuat anak untuk mengembangkan potensinya sebagai orang yang memiliki potensi rasa ingin tahu dan berusaha keras dalam memahami lingkungannya.
D.    TIPE MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
Tiga tipe model pembelajaran problem posing yang dapat dipilih guru (Usmanto,2007). Pemilihan tipe ini dapat disesuaikan dengan tingkat kecerdasan para siswa( peserta didik).
1.      Problem posing tipe pre-solution posing
            Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru, sedangkan siswa membuat pertanyaan dan jawabannya sendiri.
2.      Problem posing tipe within solution posing
            Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
3.      Problem posing tipe post solution posing
            Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh guru.  Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Siswa harus bisa menemukan jawabannya. Tetapi ingat, jika siswa gagal menemukan jawabannya maka guru merupakan narasumberutamabagisiswanya. Guru harus benar-benar menguasai materi.
Penerapan ketiga macam model pembelajaran problem possing menurut Amin Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa  problem posing diaplikasikan dalam tigabentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre solution posing yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?
b. Within solution posing
Within solution posing yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakahbanyaknyaanak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
a) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
b) Berapa banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
c. Post solution posing
Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh guru. Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Dari 42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa yang tidak menyukai atletik dan senam.
1) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik dan senam?
Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1.  Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.
2.    Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
3.    Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.

E.PRINSIP-PRINSIP
Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut :
1.   Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas
2.   Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa.
3.   Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.
F.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PROBLEM POSING
Setiap model pembelajaran pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Thobroni dan Mustofa (2012: 349) mengemukakan bahwa kelebihan metode problem posing adalah :
1.      Mendidik murid berfikir kritis
2.      Siswa aktif dalam pembelajaran
3.      Belajar menganalisis suatu masalah
4.      Mendidik anak percaya pada diri sendiri.
            Menurut Norman dan Bakar (2011) menguraikan bahwa kelebihan model problem posing adalah:
1.     Kemampuan memecahkan masalah/ mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi
2.     Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa / terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan.
3.     Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah
4.    Meningkatkan kemampuan mengajukan soal dan sikap yang positif terhadap materi pembelajaran.
            Sejalan kedua pendapat diatas bahwa kelebihan model pembelajaran problem posing yaitu :
1.     Siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran
2.     Minat yang positif terhadap materi pembelajaran
3.     Membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada sehingga meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah
4.     Memunculkan ide yang kreatif dalam mengajukan soal
5.     Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah.

            Kekurangan model problem posing yaitu :
1.      Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama
2.      Agar perlaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku-buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.



H. SEJARAH PROBLEM POSSING
Menurut Suyitno Amin, 2004 dalam Sari, Problem posing mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian model ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000.
I. TUJUAN DAN MANFAAT PROBLEM POSSING
Menurut pendapat beberapa ahli, yang dikutip oleh Tatag (M. Thobroni, 2011: 349) mengatakan bahwa, metode pengajuan soal (problem posing) dapat:
1)      Membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap pelajaran sebab ide-ide siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah.
2)      Membentuk siswa bersikap kritis dan kreatif.
3)      Mempromosikansemangatinquiridanmembentukpikiran yang berkembang dan fleksibel.
4)      Mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawabdalambelajarnya.
5)      Mempertinggi kemampuan pemecahan masalah sebab pengajuan soal memberi penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar.
6)      Menghilangkan kesan keseraman dan kekunoan dalam belajar.
7)      Memudahkan siswa dalam mengingat materi pelajaran.
8)      Memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran.
9)      Membantu memusatkan perhatian pada pelajaran.
10)    Mendorong siswa lebih banyakmembacamateripelajaran.

J. Hal-hal yang PerluDiperhatikan dalam Pendekatan Pembelajaran Problem Posing

Silver dalam Kadir (2006:8) menyatakan bahwa istilah problem posing umumnya digunakan pada tiga bentuk kegiatan yang bersifat metematis, yaitu:
1. Sebelum pengajuan solusi, yaitu satu pengembangan masalah awal dari situasi stimulus yang diberikan
2.  Di dalam pengajuan solusi, yaitu merumuskan kembali masalah agar menjadi lebih mudah untuk diselesaikan
3.  Setelah pengajuan solusi, yaitu memodifikasi tujuan atau kondisi dari masalah yang sudah diselesaikan untuk merumuskan masalah baru
Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Guru
1.  Guru hendaknya membiasakan merumuskan soal baru atau memperluas soal dari soal-soal yang ada di buku pegangan
2. Guru hendaknya menyediakan beberapa situasi yang berupa informasi tertulis, benda manipulatif, gambar, atau lainnya, kemudian guru melatih siswa merumuskan soal dengan situasi yang ada.
3. Guru dapat menggunakan soal terbuka dalam tes.
4. Guru memberikan contoh perumusan soal dengan beberapa taraf kesukaran, baik isi maupun bahasanya.
5. Guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pembelajaran yang berbentuk dialog antara guru dan siswa mengenai isi buku teks, yang dilaksanakan dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru. (Sutiarso, 2000).
Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Siswa
1. Siswa dimotivasi untuk mengungkapkan pertanyaan sebanyak-banyaknya terhadap situasi yang diberikan.
2. Siswa dibiasakan mengubah soal-soal yang ada menjadi soal yang baru sebelum mereka menyelesaikannya.
3. Siswa dibiasakan membuat soal-soal serupa setelah menyelesaikan soal tersebut.
4. Siswa harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan soal-soal yang dirumuskan oleh temannya sendiri.
5. Siswa dimotivasi untuk menyelesaikan soal-soal non rutin. (Sutiarso, 2000)